Fungsi Tari : Tontonan / hiburan rakyat dan Bagian dari prosesi adat (penyambutan tamu)
Jumlah Penari : Kelompok
Genap (8 orang)
Lokasi
Kecamatan Kluet Tengah dan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan
Tahun
1827
Pencipta
Mat Said atau Amad Said
Unsur Penyajian Tari
Penari : Ditarikan oleh penari Laki-laki dewasa
Musik : Seorang penyair, Siling (alat musik pukul tradisional Kluet yang terbuat dari bambu dengan senar dari serat bambu), Gong, 2 canang dan 2 genderang.
Kostum : Pakaian adat suku Kluet, yaitu baju hitam, celana hitam, kain/sarung yang diikatkan di pinggang dan diulur sebatas lutut, mengenakan pengikat kepala dan tanpa alas kaki mirip seperti pakaian yang dikenakan atlit pencak silat
Properti : Masing-masing penari menngunakan sebilah bambu sebagai properti tari
Pentas : Arena, Biasa ditarikan di halaman atau ruang terbuka
Ket : –
Deskripsi Singkat Tari
Tari Landoq Sampot merupakan tari yang tercipta dari kebiasaan masyarakat masa lampau. Pada masa penjajahan, kira-kira tahun 1800-an masyarakat menghabiskan waktu luangnya terseniaceh pada malam hari untuk latihan ketangkasan berperang. Untuk menghindari kecurigaan bangsa penjajah, latihan perang-perangan tersebut tidak bisa menggunakan senjata sebenarnnya. Sebagai gantinya maka digunakanlah sebilah bambu yang diibaratkan sebuah senjata. Latihan ini dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat.
Setelah masa perang berakhir, gerakan latihan perang-perangan ini kemudian dilakukan oleh anak-anak menjadi suatu permainan. Namun kemudian permainan tersebut menjadi inspirasi para pelaku seni dalam masyarakat Kluet untuk dijadikan gerakan tari yang menunjukkan ketangkasan pemainnya. Tarian ini diciptakan oleh seorang pemuda bernama Mat Said, seorang petani damar di Tanoh Keluwat. Sayangnya ia belum sempat melihat perkembangan karyanya, karena ia hilang di hutan ketika mencari damar. Konon menurut cerita masyarakat setempat, masyarakat Kluet percaya bahwa pada hari jum’at manusia harus mengurangi aktivitasnya. Masyarakat sangat dilarang memasuki hutan di hari Jum’at. Ibu Mat Said sempat melarang, namun Mat Said nekad berangkat juga. Sejak saat itu Mat Said tidak pernah lagi kembali. Sebagai tanda cinta masyarakat Kluet akan Mat Said, sampai saat ini ada sebuah gunung di daerah Kluet diberi nama Gunung Mat Said, menurut mereka di sana lah kira-kira Mat Said menghilang. Bila mereka hendak berziarah maka mereka ke gunung itu.
Pada zaman dahulu, seni pertunjukan ini dimainkan oleh semua lapisan masyarakat: laki-laki, perempuan, tua, muda. Akan tetapi sekarang tarian itu telah berkembang dan mengalami pergeseran. Sampai saat ini, Landoq Sampot hanya dimainkan oleh laki-laki saja. Jika melibatkan perempuan maka mereka hanya diposisikan sebagai pemegang alat musik.
Tarian Landoq Sampot merupakan tari persembahan di Kluet, Aceh Selatan, tari ini mulai berkembang pada masa pemerintahan Raja Imam Balai Pesantun dan Teuku Keujreun Pajelo. Tarian ini dijadikan tarian adat yang disakralkan dalam setiap upacara adat. Tari Landoq sampot merupakan tari persembahan yang ditampilkan sebagai tanda penghormatan kepada tamu atau seseorang yang dimuliakan dalam sebuah upacara adat. Dahulu, tarian ini dipertunjukkan dalam penyambutan kalangan raja-raja, atau boleh ditarikan di kalangan masyarakat atas persetujuan raja. Misalnya dalam upacara perkawinan, khitan, dan lain-lain. Namun sekarang tari tersebut juga digunakan untuk menyambut tamu kenegaraan meskipun bukan orang Kluet.
Tari Landoq sampot dimainkan oleh 8 orang laki-laki dewasa, diiringi oleh seorang penyair dan seperangkat alat musik yang terdiri atas Siling (alat musik pukul tradisional Kluet yang terbuat dari bambu dengan senar dari serat bambu), Gong, 2 canang dan 2 genderang. Sesuai namanya, Landoq yang berarti tari dan sampot yang berarti libas/lecut, maka tarian ini menampilkan gerakan seperti perkelahian antara 2 pemuda dengan menggunakan senjata berupa sebilah bambu. Digambarkan bahwa mereka sedang bertarung memperebutkan seorang putri raja, dan yang menang akan dipilih menjadi pasangan putri tersebut. Gerakannya terdiri dari 5 bagian gerakan antara lain: Landoq Kedidi (gerakan seperti burung kedidi yang bisa melompat riang dengan tempo cepat), Landoq Kedayung (gerakan gemulai seperti mendayung sampan), Landoq Sembar Kelukai (gerakan dasar seperti burang elang menyambar, gerak cepat, tangkas dan dinamis), Landoq Sampot (gerak melecut dan memukul dengan menggunakan bambu seperti tangkai pancing tradisional), dan Landoq Pedang (gerakan penari dengan menggunakan pedang yang menunjukkan ketangkasan dan kekebalan).
Seperti halnya tarian khas dari Provinsi Aceh yang mengandung simbol syiar Islam, demikian juga yang terdapat pada Landoq Sampot. Tarian ini juga diiringi syair-syair Islami yang mengandung nilai Dakwah. Ini berarti bahwa Landoq Sampot juga membawa misi penyiaran agama Islam di Tanoh Keluwat. Dahulu, Landoq Sampot dipertunjukkan tanpa syair dan alat musik, namun kemudian para pendahulu merasa perlu mengiringi Landoq Sampot dengan musik dan syair. Maka jadilah Landoq Sampot seperti yang dapat kita nikmati sampai hari ini. Dalam perkembangannya, Landoq Sampot juga dapat diiringi syair yang disesuaikan dengan jenis acara di mana Landoq Sampot ditampilkan. Misalnya: ketika Landoq Sampot dipertunjukkan dalam upacara pernikahan, maka syairnya akan bercerita tentang nasehat yang berhubungan dengan pernikahan, jika dihadirkan pada acara tujuhbelasan maka syair akan berisi kisah-kisah patriotism dan membawa pesan persatuan. Jadi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Untuk menarikan tarian ini, penari harus mengenakan pakaian yang sesuai dengan adat suku bangsa Kluet, yaitu baju hitam, celana hitam, kain/sarung yang diikatkan di pinggang dan diulur sebatas lutut, mengenakan pengikat kepala dan tanpa alas kaki mirip seperti pakaian yang dikenakan atlit pencak silat. Pakaian ini menunjukkan pakaian pendekar yang dengan leluasa dapat bergerak bebas tanpa dibatasi oleh model pakaian.