MAM WAHYUDI, Mahasiswa ISBI Aceh, melaporkan dari Beutong Ateuh, Nagan Raya
Rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi terhadap tradisi yang masih dipertahankan secara turun-temurun membuat para peneliti muda (Imam Wahyudi, Badrul Mukhlishiin, dan Arisa Yulianti) yang merupakan mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh tergerak untuk melakukan penelitian. Tujuannya, untuk mangangkat dan menuliskan temuan baru yang kemudian akan dipublikasi sebagai upaya untuk melestarikan tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang agar semakin dikenal dan populer di kalangan masyarakat luas.
Kamis, 18 April 2024, kami melakukan penelitian terhadap pertunjukan Rateb Mensa di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang. Rateb Mensa tahun ini dilaksanakan di Desa Kuta Teungoh, Kecamatan Beutong Ateuh, Nagan Raya. Kabupaten ini kaya akan warisan budaya seperti Rateb Mensa Pho Padee dan Rapai Tuha.
Rateb Mensa bukan sekadar kegiatan biasa. Ia adalah riuh rendah yang melambangkan kebersamaan, spiritualitas, dan kekayaan tradisi. Setiap tahun, menjelang akhir Ramadhan, warga Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang merayakan kehadiran bulan suci itu dengan Rateb Mensa secara bergiliran di setiap desa. Tahun ini diadakan di Desa Kuta Teungoh. Sebagai mahasiswa kami menemui, memperhatikan, dan meresapi bagaimana kegiatan ini menjadi pilar tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Kami menemukan bahwa Rateb Mensa bukanlah sekadar pertunjukan seni, melainkan panggung spiritualitas yang memadukan kekuatan vokal, gerak tubuh, dan penghayatan syair dan zikir.
Dari hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui tentang Rateb Mensa seperti Tgk Jafar, Tgk Jamaludin, Tgk Amren Mukminin, dan Tgk Mail, terkuaklah sebuah narasi yang menggambarkan peran penting mereka sebagai pelaku Rateb Mensa, sebuah praktik keagamaan yang berasal dari ajaran Syekh Abdul Qadir Jailani, seorang wali Allah yang dihormati.
Di Aceh, praktik ini diwariskan oleh Syekh Abdurrauf As-Singkili, seorang tokoh yang menyaksikan bagaimana kehidupan beragama di tanah Aceh mulai menjauh dari nilai-nilai Islam. Syekh Abdurrauf, dalam usahanya menyebarluaskan agama Islam, menghadapi berbagai rintangan. Namun, keteguhan hatinya tak tergoyahkan. Dia menyadari bahwa masyarakat memiliki minat dan kecenderungan yang berbeda dalam menyikapi agama. Oleh karena itu, dia ambil pendekatan yang bijaksana: mengarahkan dakwah sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Strategi yang digunakan Abdurrauf sangatlah bijak. Dia memahami bahwa seni merupakan salah satu bentuk ekspresi yang sangat dekat dengan hati masyarakat. Maka dari itu saat di mana lahirnya Rateb Mensa berzikir degan cara berdiri, sebuah konsep yang sederhana, tetapi sarat dengan makna.
“Rateb” berasal dari bahasa Aceh yang memiliki arti zikir menjadi bagian inti dari kegiatan ini dan “Mensa” hanya merupakan sebuah penamaan, sebuah panggilan untuk mengingatkan masyarakat tentang kegiatan yang memiliki makna mendalam ini. Dengan kebijaksanaan dan kecakapan strategisnya Abdurrauf mampu menggerakkan hati masyarakat dengan Rateb Mensa. Masyarakat pun secara bersama-sama terlibat dalam zikir, gerakan tubuh, dan pembacaan zikir Rateb Mensa, menyatu dalam kebersamaan dan kekhusyukan sehingga menciptakan ruang spiritualitas yang kuat.
Di Beutong Ateuh sendiri, Rateb Mensa sempat mengalami masa kevakuman sebelum direvitalisasi oleh Teungku Bantaqiah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran tokoh agama dalam menjaga dan melanjutkan tradisi yang memiliki makna religius dan budaya yang dalam. Melalui kisah perjuangan Syekh Abdul Qadir Jailani dan kelanjutan tradisi Rateb Mensa oleh tokoh agama setempat, kita dapat melihat betapa pentingnya upaya untuk mempertahankan dan menyebarkan nilai-nilai agama dan budaya yang menjadi warisan leluhur. Rateb Mensa tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga simbol dari kekuatan dan keindahan kebersamaan dalam perjalanan spiritual umat Islam di Aceh.
Kegiatan Rateb Mensa tahun ini menjadi magnet bagi anak muda di Desa Kuta Teungoh yang dipimpin M Yunus selaku ketua pemuda Desa Kuta Teungoh. Mereka tidak hanya menyaksikan, tetapi juga aktif terlibat dalam melaksanakan setiap aspek acara. Mereka mengundang pemuda dari desa lain untuk memeriahkan Rateb Mensa tersebut. Antusiasme mereka menjadi semangat tersendiri bagi kelancaran acara ini.
Di balik panggung, Hamiton, seorang tokoh masyarakat yang diamanahkan sebagai ketua panitia, dengan penuh semangat memimpin jalannya acara. Pada pukul 20.30 WIB, bakda isya, panggung Rateb Mensa menjadi pusat perhatian. Dami, seorang pemuda dari Kuta Teungoh, dengan percaya diri memegang mikrofon sebagai MC. Kemudian, ketua panitia memberikan arahan dan menjelaskan anggaran yang akan dikeluarkan untuk acara ini. Selain itu, Banta Murji selaku ketua pemuda dari Kecamatan Beutong Ateuh turut serta dalam melanjutkan acara. Semua berjalan dengan dan diakhiri degan pembukaan Rateb Mensa oleh Keuchik Gampong Kuta Teungoh.
Rateb Mensa ini dibuka oleh Tgk Jafar, seorang tokoh agama yang dihormati, pengganti Tgk Malikul Azis selaku anak dari alm Tgk Bantaqiah yang tidak bisa menghadiri kegiatan tersebut. Tgk Jafar dengan penuh khidmat membuka acara dengan membaca doa dan membakar kemenyan sebagai awal mula kegiatan dimulai. Suara zikir yang lantang, menciptakan aura semangat yang begitu kuat di sekeliling mereka.
Malam pertama Rateb Mensa berjalan lancar tanpa kendala dan berakhir pada pukul 23.00 WIB dengan kehangatan dan kebersamaan yang terasa begitu nyata. Inilah awal dari rangkaian empat malam berturut-turut yang penuh makna.
Pada malam kedua dan ketiga antusiasme masyarakat semakin bertambah, gemuruh suara zikir makin menambah semangat masyarakat dalam melaksanakan ritual tahunan ini. Masyarakat mengambil kesempatan untuk mencari rezeki dengan menjual makanan-makanan ringan di lokasi acara. Dengan demikian, omset masyarakat bertambah apabila diadakannya kegiatan Rateb Mensa. Kebersamaan dalam zikir, gerakan badan, dan doa bersama menciptakan ruang spiritual yang begitu kuat, membiarkan peserta dan penonton merasakan kehadiran suasana yang sakral dan mendalam.
Malam keempat yang merupakan malam terakhir Rateb Mensa, makin ramai masyarakat yang bersemangat menuju lokasi Rateb Mensa untuk menyaksikan acara penutupan. Malam itu memiliki aura yang berbeda, memancarkan kekuatan spiritual yang menggetarkan hati, berbeda dari tiga malam sebelumnya. Suara zikir yang lantang bersama dengan gerakan tubuh membawa energi yang luar biasa menggetarkan seluruh tempat pelaksanaan Rateb Mensa di Kota Tengoh. Semua ini tak lepas dari peran penting seorang syekh utama, Tgk Jafar, yang didampingi sejumlah syekh pendamping, seperti Tgk Saipon’c, Tgk Khairun Mubin, Tgk Alamsyah, dan Tgk Yusri. Mereka bersama-sama menciptakan suasana yang memukau dengan zikir yang penuh kekhusyukan dan gerakan tubuh yang memesona.
Pada malam penutupan ini banyak peserta yang kelelahan, bahkan ada yang pingsan, karena terbawa dalam antusiasme menjalankan ibadah zikir Rateb Mensa.
Panitia menyajikan hidangan gulai kambing sebagai bagian dari acara penutupan. Setelah doa bersama yang dipimpin Tgk Bali, masyarakat pun menikmati hidangan yang telah disiapkan.
Dengan rasa syukur dan kebahagiaan yang tak terlupakan, Rateb Mensa tahun ini pun ditutup. Malam itu tidak hanya meninggalkan kenangan yang indah, tetapi juga memperkuat ikatan antarwarga dalam menjaga tradisi keagamaan. Semoga semangat dan kebersamaan ini terus berlanjut pada masa mendatang. (*)