Fungsi Tari :
Tontonan/ hiburan rakyat dan bagian dari media dakwah
Jumlah Penari : Kelompok
Ditarikan oleh 8 orang penari dan bisa saja lebih
Lokasi
Kabupaten Pidie dan tersebar di Aceh Utara, Bireun, dan Aceh Timur
Tahun
Diperkirakan pada saat masuknya agama Islam ke Aceh
Pencipta
Anonim
Unsur Penyajian Tari
Penari : Ditarikan oleh penari Laki-laki. (satu syeh, satu orang pembantu syeh, dua orang pembantu disebelah kiri disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut peet bak, dan tiga orang pembantu biasa
Musik : Tidak menggunakan alat musik melainkan dengan lantunan syair oleh aneuk syahi. Musik Internal Dihasilkan dari lantunan syair oleh Syeh dan penari, serta bunyi tubuh penari seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah, dan ketipan jari
Kostum : Baju ketat berlengan panjang dan celana panjang. Baju dan celana tersebut biasanya berwarna putih. Sedangkan sebagai aksesoris biasanya terdiri dari kain songket yang dikenakan di pinggang hinga paha, rencong yang disisipkan di pinggang dan tangkulok (ikat kepala) berwarna merah.
Properti : –
Pentas : Arena
Biasa ditarikan di halaman atau ruang terbuka
Ket : –
Deskripsi Singkat Tari
Seudati mulai dikembangkan sejak masuknya agama Islam masuk ke Aceh. Penyair Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Untuk membuktikan darimana awal tari ini lahir dan kapan tari seudati lahir memang belum ada ditemukan yang memiliki keakuratan yang baik. Namun dari sejumlah tulisan tentang tari seudati memiliki beberapa pandangan tentang asal usul tari seudati ini.
Tari Seudati pada mulanya tumbuh dan berkembang di pesisir Aceh, Misalnya di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yang dipimpin oleh Syeh Ali Didoh. Sumber lain yang juga menjelaskan bahwa dasar lahir tari seudati adalah di Kabupaten Aceh Utara, seperti disampaikan oleh T. Alamsyah yang merupakan salah seorang tokoh seudati Aceh asal Aceh Utara. Menurut T. Alamsyah adalah benar Syeh Tam berasal dari Pidie, tetapi beliau mempelajari tari seudati di Kabupaten Aceh Utara. Ketika beliau mempelajari tari seudati beliau adalah syeh dengan sebutan syeh Tam Pulo Amak dengan aneuk syahi pertama adalah Rasyid yang kemudian popular dengan sebutan syeh Rasyid atau Nek Rasyid Bireuen.
Bila melihat dari sejumlah sumber sepertinya tari seudati muncul di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Pidie dan Aceh Utara. Hal ini dikuatkan dengan munculnya syeh-syeh dari daerah tersebut, seperti syeh Amat Burak, syeh Rasyid Rawa, syeh Maun Kunyet dari Pidie, syeh Usuah Pandak, syeh Puteh Raja Ngang, syeh Ampon Nyak, Syeh Ampon Bugeh dari Aceh Utara. Perkembangan Tari Seudati kemudian menyebar ke daerah Aceh lainnya termasuk ke barat dan selatan Aceh. Di sana muncul Tari Seudati dengan syeh yang cukup popular, seperti syeh Raja Jaman, syeh Young Rimba, Syeh Dien Burat Tapa, Seuman, dan syeh Hatta.
Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan kini menjadi salah satu kesenian milik masyarakat Aceh. Tari Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/ pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak. Seudati mulai dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Tarian ini berkembang di Aceh terseniaceh Aceh bagian pesisir.
Tarian ini dibawakan dengan mengkisahkan berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan persoalan secara bersama-sama. Pada mulanya tarian Seudati diketahui sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih, yang artinya menceritakan, diperagakan untuk mengawali permainan atau diperagarakan untuk bersuka ria ketika musim panen tiba atau pada malam bulan purnama. Dalam ratoh dapat diceritakan berbagail dari kisah sedih, gembira, nasihat, sampai kisah-kisah yang membangkitkan semangat juang. Ulama yang mengembangkan agama Islam di Aceh pada umumnya berasal dari negeri Arab. karena itu, istilah-istilah yang dipakai dalam seudati umumnya berasal dari bahasa Arab. di antaranya, adalah syeikh yang berarti pemimpin, Saman yang berarti delapan, dan syair yang berarti nyanyian.
Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.
Dalam permainan seudati terdiri dari beberapa babak/sesi, yaitu : Saleum aneuk, saleum syeh, Likok, saman, kisah, pansi, lanie/gambus pembuka, gambus penutup. Syair-syair Seudati berisi pesan-pesan agama Islam, pesan adat/hadihmaja, pembakar semangat dan kisah-kisah sejarah Aceh. Sejalan dengan perkembangan pembangunan dan dinamika di Aceh, syairnya juga bisa disesuaikan. Seorang syeh ataupun aneuk syahi yang handal, dia dapat menciptakan syair-syair secara spontanitas sesuai dengan kondisi saat tampil. Syairnya berbentuk pantun bersajak ab ab.
Tari Seudati ditarikan oleh delapan laki-laki sebagai penari seniaceh, terdiri dari satu syeh, satu orang pembantu syeh, dua orang pembantu disebelah kiri (disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut peet bak, dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.
Tarian ini tidak menggunakan alat musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah, dan ketipan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan.