Fungsi Tari : Tontonan/hiburan rakyat dan Bagian dari prosesi adat pernikahan
Jumlah Penari : Kelompok
Genap (10-12 Orang)
Lokasi
Desa Tanah Merah, Kecamatan Bukit Merah, Kabupaten Aceh Singkil
Tahun
Diperkirakan pada abad ke-17
Pencipta
Anonim
Unsur Penyajian Tari
Penari : Ditarikan oleh penari Perempuan
Musik : Internal Suara gelang kaki yang digunakan pengantin perempuan
Eksternal Gendang, rapa’i, dan canang.
Kostum : Busana muslim yang dilengkapi dengan kerudung
Properti : –
Pentas : Arena
Ruangan yang ada di rumah mempelai perempuan
Ket : –
Deskripsi Singkat Tari
Tidak dapat ditentukan kapan tarian ini mulai ada dan berkembang di Singkil. Hampir semua budayawan menyebutkan bahwa Marabentan sudah ada sejak zaman dahulu. Mereka menyebutkan bahwa tradisi itu sudah ada sebelum mereka lahir. Bila dikaji dari ritualnya, yaitu sebagai bagian dari upacara pernikahan, sepertinya budaya ini sudah ada sebelum masuknya budaya Islam ke Singkil. Pengantin perempuan menari sebagai simbol melepaskan masa lajangnya dan memasuki jenjang pernikahan. Budaya ini dekat sekali dengan budaya Hindu yang berasal dari India. Menari dengan diiringi musik tradisional.
Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa Marabentan sudah ada sebelum Abad ke-17, sisa peninggalan pengaruh Hindu. Hal ini tampak jelas terlihat dari gelang kaki yang dipakai oleh pengantin perempuan tersebut. Ia dihapit oleh 7 orang penari lainnya yang mendampinginya menari hingga subuh menjelang.
Tari Marabentan merupakan tarian yang dilakonkan dalam upacara perkawinan yaitu pada malam sebelum hari akad nikah. Tarian ini ditarikan oleh seorang pengantin perempuan bersama 7 orang penari lainnya yang mengiringinya. Si pengantin perempuan biasanya mengikuti ritual pemakaian inai di tangan dan kakinya. Menjelang tengah malam ketika inai tadi mulai mengering maka pengantin perempuan itu akan diajak menari oleh teman-teman perempuannya. Gerakan tarian ini sangat sederhana dimana ia menghentak-hentakkan tangan dan kakinya agar inai yang kering terlepas satu persatu.
Tari marabentan merupakan tarian yang menyimbolkan bahwa sesaat lagi ia akan melepaskan masa lajangnya, mendapat status baru dan melepaskan tanggung jawab orang tuanya atas dirinya. Tari ini menjadi syarat penting dalam adat yang harus dijalankan.
Tarian Marabentan diiringi musik dari alat musik tradisional seperti gendang, rapa’i, dan canang. Ditambah lagi bunyi gemerincing gelang kaki yang dipakai oleh si mempelai wanita. Tarian ini akan terus ditarikan hingga tangan dan kaki si mempelai tampak kemerah-merahan dan sampai shubuh menjelang di mana ayam jantan mulai berkokok. Ia menari di seluruh ruangan di rumahnya seraya menyapa semua orang yang masih terjaga di rumah.
Seperti halnya tarian lainnya yang ada di Aceh, gerakan tarian Marabentan ini mengikuti ajaran Islam seperti tidak mengangkat ketiak tinggi, langkah tidak lebar dan pakaiannya juga harus dengan busana muslim yang dilengkapi dengan kerudung.
Tarian ini mutlak harus dilaksanakan, bila si pengantin tidak biasa menari maka ia wajib berlatih menjelang ritual ini diselenggarakan. Sekilas ini mirip malam bujangan dalam budaya barat, namun ini masih dalam koridor yang disesuaikan dengan budaya timur yang berpegang teguh pada ajaran Islam meskipun tampak masih sangat kentalnya pengaruh budaya hindu pada masa lampau.