ULIA HARFIA, Mahasiswi Prodi Kriya Seni Jurusan Seni Rupa dan Desain ISBI Aceh Angkatan 2019, melaporkan dari Aceh Besar
Para mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh menggelar acara pertunjukan seni di gedung kampus A lama pada Selasa, 5 September 2023, pukul 16.00 WIB sampai selesai.
Saya bersama teman-teman lain sangat menikmati keseruan dan kesyahduan pertunjukan di sore hari itu. Betapa tidak, pertunjukan tersebut merupakan perhelatan terakhir bagi sivitas akademia ISBI Aceh di kampus A yang terletak di pinggir jalan menuju perkantoran ibu kota Kabupaten Aceh Besar yang tidak jauh dari Meuligoe Bupati Aceh Besar dan Jantho Sport City.
Sebagaimana diketahui, Gedung Kampus A ISBI Aceh merupakan gedung Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, serta Gedung Seni Budaya milik Pemerintah Aceh Besar yang dipinjampakaikan sejak ISBI Aceh didirikan pada tanggal 6 Oktober 2014. Pendirian ISBI berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2014 tentang Pendirian Institut Seni Budaya Indonesia Aceh dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Dr H Soesilo Bambang Yudhoyono.
Pada setiap tanggal 6 Oktober ditetapkan sebagai Hari Dies Natalis ISBI Aceh dan pada tahun 2023 ini peringatan ulang tahun kampus seni budaya ini—untuk pertama kalinya—dipusatkan di gedung baru, kompleks Buket Meusara Kota Jantho, ibu kota Kabupaten Aceh Besar.
Kembali kepada pertunjukan terakhir yang saya utarakan di awal, kegiatan ini diadakan dengan mengusung tema “Sembunyi Salah, Kasih Nampak Saleh” yang diisi dengan berbagai macam pertunjukan seni bakat-bakat mahasiswa mulai dari pertunjukan musik, teater, puisi, rap, performing art, hingga lirik MBP.
Pertunjukan seni ini merupakan acara inisiatif dari mahasiswa dan dana yang digunakan pun merupakan dana kolektif para panitia pelaksana tanpa melibatkan seluruh mahasiswa ISBI Aceh.
Acara pertunjukan seni ini diadakan sebagai bentuk kritik dari mahasiswa. Ada dua hal yang dikritik melalui acara pertujukan seni ini, pertama kritik terhadap salah satu ormawa yang tidak aktif dalam berorganisasi dan kedua kritik mahasiswa terhadap kampus yang tidak lagi merasa diberi kebebasan. Mahasiswa merasa dikekang dan tidak lagi bisa berekspresi secara bebas.
Ketua panitia, Puja Tri Mulya yang merupakan salah satu mahasiswa Prodi Karawitan mengatakan, dengan pergelaran yang berisi kritikan ini para petinggi kampus dapat membuka mata dan melihat sudah seberapa sesak mahasiswa berada dalam situasi terkekang dan terimpit seperti ini.
Selain itu, pertunjukan ini terakhir kami adakan di gedung ini dengan atribut kampus. Oleh karenanya, mari kita berterima kasih kepada Pemkab Aceh Besar yang telah meminjamkan gedung ini, tempat di mana situasi susah senang kita lalui bersama.
Gedung ini penuh cerita bagaimana kita belajar dan menjalin kebersamaan, bahkan kita sering kali bermalam di sini saat diperlukan. setelah ini kita akan melukis cerita di gedung baru.
Acara dimulai dengan penampilan musik saja yang dimainkan oleh mahasiswa prodi karawitan untuk membuka acara dan membakar semangat awal.
Kritikan ini disampaikan melalui lagu, rap, dan melalui pertunjukan eksplor gerak dipadukan dengan orasi dan musikalisasi puisi, sedangkan lagu dan rap dibawakan oleh para mahasiswa karawitan.
Pertunjukan eksplor gerak merupakan pertunjukan kolaborasi antara mahasiswa Prodi Tari, Desain Komunikasi Visual, Prodi Seni Murni, Seni Tari, Seni Rupa Murni, Prodi Teater, dan Prodi Karawitan ISBI Aceh.
Pemeran pertunjukan ini di antaranya Andrian yang merupakan mahasiswa Prodi Seni Tari; Alif, mahasiswa Prodi Desain Komunikasi Visual; Humam dari Prodi Seni Rupa Murni; dan Syakira dari Prodi Seni Tari.
Orasi dan Musikalisasi Puisi dibawakan oleh Mirzan, mahasiswa Prodi Teater. Penampilannya diiringi dengan musik yang dipandu oleh Ferdian Angkasa, mahasiswa Prodi Karawitan.
Tidak hanya eksplor gerak saja, para pemeran juga bermain lumpur. Andrian yang merupakan ‘gong’ dari pertunjukan ini membawa lumpur dan dua pemeran lain (Alif dan Humam) yang sudah dibalut dengan plastik besar dan diikat kaki mereka dibawa ke tengah aula hingga ini menjadi pusat perhatian audiens.
Pemeran pertunjukan ini di antaranya Andrian yang merupakan mahasiswa Prodi Seni Tari; Alif, mahasiswa Prodi Desain Komunikasi Visual; Humam dari Prodi Seni Rupa Murni; dan Syakira dari Prodi Seni Tari.
Orasi dan Musikalisasi Puisi dibawakan oleh Mirzan, mahasiswa Prodi Teater. Penampilannya diiringi dengan musik yang dipandu oleh Ferdian Angkasa, mahasiswa Prodi Karawitan.
Tidak hanya eksplor gerak saja, para pemeran juga bermain lumpur. Andrian yang merupakan ‘gong’ dari pertunjukan ini membawa lumpur dan dua pemeran lain (Alif dan Humam) yang sudah dibalut dengan plastik besar dan diikat kaki mereka dibawa ke tengah aula hingga ini menjadi pusat perhatian audiens.
Tidak lupa pula panggung dipadukan dengan ‘lighting’ yang membuat acara ini semakin meriah.
Konsep pakaian atau dresscode acara yang mengharuskan menggunakan pakaian celana robek khusus untuk lelaki dan pakaian belang warna untuk perempuan membuat acara pertunjukan makin berwarna.
Terdapat puluhan mahasiswa yang hadir dengan pakaian atau oufit yang cerah sehingga memberikan kesan ‘ramai’.
Pertunjukan ini berbeda dari biasanya. Biasanya penonton disediakan kursi atau dibiarkan berdiri. Namun, pada pertunjukan kali ini, puluhan penonton yang hadir—mulai dari mahasiswa hingga dosen—diberikan tempat untuk menyaksikan acara dengan cara duduk lesehan agar lebih menjalin kebersamaan antarmahasiswa sehingga terjalin keakraban antarsesama.
Pertunjukan ini ditutup dengan ajakan penyanyi untuk menyanyi bersama dan penonton diajak untuk bergabung ke atas panggung agar bisa seru-seruan bersama.
Acara semakin meriah dipadukan dengan permainan ‘lighting’ yang diatur oleh panitia acara.
Ini merupakan pertunjukan dan aktivitas terakhir yang digelar mahasiswa ISBI Aceh di gedung ini.
Mahasiswa dan seluruh warga akademik ISBI Aceh pindah ke Gedung Fakultas Ilmu Budaya dan Kampus C yang berlokasi di Bukit Meusara, Jantho.
Semoga kegiatan-kegiatan pertunjukan dan ‘event-event’ seni dan budaya terus mewarnai Kampus ISBI Aceh yang merupakan ruh dari kampus seni budaya itu sendiri dapat terus bergema.